Home » » Manajemen Laba

Manajemen Laba

Posted by LANDASAN TEORITIS on Rabu, 24 Maret 2021


Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi (Reformat 2007), Laporan laba rugi merupakan komponen utama untuk melaporkan kinerja dari suatu perusahaan selama suatu periode tertentu. Informasi  tentang  kinerja  suatu  perusahaan,  terutama  tentang profitabilitas dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang sumber ekonomi yang akan dikelola oleh suatu perusahaan di masa depan. Informasi tersebut seringkali digunakan untuk memperkirakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan kas dan aset yang disamakan dengan kas di masa depan. Sedangkan menurut Chariri dan Ghozali (2003) pengertian laba (earnings) yang dianut oleh struktur akuntansi didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang terkait dengan pendapatan tersebut.

Indrayani, (2009), Manusia cenderung menghindari risiko dan berusaha meminimalkan kerugian yang mungkin dialaminya dalam menjalankan kegiatan usahanya. Upaya yang dilakukan tersebut kadang dapat merugikan pihak lain, misalnya harga pasar saham perusahaan dipengaruhi oleh laba, risiko dan spekulasi. Oleh karena itu perusahaan yang labanya selalu mengalami peningkatan secara konsisten akan mengakibatkan risiko perusahaan ini mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan persentase peningkatan laba. Hal inilah yang membuat banyak perusahaan melakukan manajemen laba sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko.

Terdapat perbedaan pandangan mengenai apakah manajemen laba merupakan aktivitas yang legal atau tidak. Sebagian pihak menilai manajemen laba merupakan perbuatan yang melanggar prinsip akuntansi. Sementara sebagian lainnya menilai manajemen laba sebagai praktik yang wajar dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika manajemen laba dilakukan dalam batasan ruang lingkup prinsip akuntansi. Perbedaan pandangan mengenai manajemen laba mengakibatkan munculnya beberapa definisi yang berbeda mengenai manajemen laba.Widowati (2009) mendefinisikan manajemen laba sebagai pemilihan kebijakan akuntansi tertentu oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut penelitian Schipper (1989) Manajemen laba adalah intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan pribadi, definisi tersebut mengartikan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitas mereka.

Listyani (2007) menyatakan bahwa perilaku oportunistik manajer tersebut dapat diproksikan dalam Positive Accounting Theory ke dalam 3 bentuk hipotesis 

1. The Bonus Plan Hypothesis

Dalam hipotesis ini diasumsikan bahwa apabila semua hal sama (ceteris paribus), maka manajer sebuah perusahaan yang mempunyai rencana pemberian bonus akan memberikan kemungkinan memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser penghasilan periode yang akan datang ke dalam periode sekarang.

2. The Debt Covenant Hypothesis

Dalam hipotesis ini diasumsikan bahwa apabila semua hal sama (ceteris paribus), semakin dekat manajer untuk melanggar accounting based debt covenant, maka semakin memungkinkan manajer memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser penghasilan periode yang akan datang ke dalam periode sekarang 

3. The Political Cost Hypothesis

Hipotesis ini  menyatakan bahwa jika  semua hal  sama (ceteris paribus), maka perusahaan yang menghadapi biaya politis tinggi akan semakin memungkinkan manajer untuk memilih kebijakan prosedur akuntansi yang menunda penghasilan sekarang untuk dilaporkan pada periode berikutnya.

Menurut Widowati, (2009), Manajer dapat melakukan manajemen laba dengan cara memilih metode atau kebijakan akuntansi tertentu untuk menaikkan atau menurunkan laba sesuai keinginan mereka. Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba periode yang akan datang ke periode kini atau sebaliknya, menurunkan laba dengan menggeser laba periode kini ke periode berikutnya.

Menurut Widowati, (2009) Manajemen laba dapat dilakukan untuk memenuhi persyaratan kontrak atau peraturan perundang-undangan tertentu terhadap suatu industry. Dalam konteks penelitian ini peraturan yang dimaksud adalah Undang- undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Selain itu, tujuan manajer melakukan manajemen laba menurut Listyani (2007) adalah  menghindari  kerugian,  menghindari  pelaporan  penurunan  laba, menghindari kegagalan dalam beat analyst focecast dan dijadikan alasan untuk earnings big bath.

Widowati (2009), Dengan laba bersih yang yang rendah, maka pajak yang dikenakan kepada perusahaan juga rendah. Listyani, (2007), Income increasing bertujuan untuk menghindari kerugian, menghindari pelaporan penurunan laba dan menghindari kegagalan dalam beat analyst forecast. Sedangkan Widowati (2009), income smooting atau perataan laba biasanya dilakukan oleh para manajer untuk menstabilkan tingkat laba mereka dalam rangka menjaga harga pasar saham. Lebih lanjut menyatakan ada beberapa pertimbangan atau motivasi perusahaan dalam melakukan praktik manajemen laba :

1.  Kompensasi manajer yang dikaitkan dengan laba akuntansi.

2.  Pertimbangan pasar modal.

3.  Penggunaan angka-angka akuntansi dalam kesepakatan utang atau kredit.

4.  Pertimbangan pajak

5.  Pertimbangan peraturan yang berlaku.

6.  Memperoleh atau mempertahankan kendali atas suatu perusahaan dan,

7.  Pertimbangan Karyawan.

Dalam  konteks  penelitian  ini  motivasi  perusahaan  dalam  melakukan praktik  manajemen  laba  lebih  dikaitkan  pada  pertimbangan  peraturan  yang berlaku, mengingat ketatnya regulasi industri perbankan di Indonesia.


Thanks for reading & sharing LANDASAN TEORITIS

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar