Home » » Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori Keagenan (Agency Theory)

Posted by LANDASAN TEORITIS on Kamis, 25 Maret 2021


Konsep teori keagenan menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Pudyastuti (2009) adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Sedangkan  menurut  Hendriksen  dan  Van  Breda  (2002)  hal  yang  mendasari konsep teori keagenan muncul dari perluasan dari satu individu pelaku ekonomi informasi menjadi dua individu. Salah satu individu ini menjadi agent untuk yang lain yang disebut principal. Agent membuat kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi principal, principal membuat kontrak untuk memberi imbalan pada agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal ke agent. Analoginya mungkin seperti antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan itu. Para pemilik disebut evaluator informasi dan agen-agen mereka disebut pengambil keputusan (Hendriksen dan Van Breda, 2002).

Hubungan agensi dikatakan terjadi ketika terdapat sebuah kontrak antara seseorang (atau beberapa orang), seorang prinsipal dan seseorang (atau beberapa orang) lain, seorang agen untuk melakukan pelayanan bagi kepentingan prinsipal mencakup sebuah pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan mementingkan diri sendiri yaitu, untuk memaksimumkan utilitas subjektif mereka, tetapi juga menyadari kepentingan umum mereka. Efeknya, perusahaan dipandang sebagai sebuah tim yang terdiri dari individu-individu yang anggotanya bertindak demi kepentingan sendiri tetapi menyadari bahwa nasib mereka tergantung sampai tingkat tertentu pada kemampuan tim untuk bertahan dalam kompetisinya dengan tim lain. Agen berusaha memaksimumkan fee kontraktual yang diterimanya tergantung pada tingkat upaya yang diperlukan. Prinsipal berusaha untuk memaksimumkan returns dari penggunaan sumber dayanya tergantung pada fee yang dibayarkan kepada agen. (Riahi dan Belkaoui, 2001).

Masalah keagenan (agency problem) muncul ketika principal kesulitan untuk memastikan bahwa agent   bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan principal (Budiono, 2005 dalam Pudyastuti, 2009). Manajemen bersikap tidak membedakan terhadap risiko, sedangkan pemilik menghindari risiko, tetapi manajemen dan bukan pemilik yang menanggung risiko dengan bayaran tertentu (Hendriksen dan Van Breda, 2002). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan prinsipal sehingga memicu biaya keagenan (agency cost) (Budiono, 2005 dalam Pudyastuti, 2009). Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena prinsipal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari secara terus menerus untuk memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal (Pudyastuti, 2009).

Menurut teori keagenan, salah satu cara yang diharapkan dapat menyelaraskan tujuan prinsipal dan agen adalah melalui mekanisme pelaporan (Pudyastuti, 2009). Informasi merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga memberi akuntan peran yang penting dalam membagi risiko antara manajer dan pemilik (Hendriksen dan Van Breda, 2002).

Eisenhardt (1989) dalam Pudyastuti (2009) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu, manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rasionality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan  principal  tidak  mempunyai  informasi  yang  cukup  tentang  kinerja agent. Ketika tidak semua keadaan diketahui oleh semua pihak dan sebagai akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut, hal ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi ini disebut asimetri informasi (information asymmetries).

Ketidakseimbangan informasi atau asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh moral hazard (kekacauan moral) (Hendriksen dan  Van Breda,2002). 

Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Namun dalam konteks penelitian ini asimetri informasi yang digunakan untuk melakukan manajemen laba dapat menyesatkan Bank Indonesia sebagai pengguna informasi keuangan dalam rangka menentukan apakah bank umum syariah tersebut sehat dan layak untuk beroperasi.


Thanks for reading & sharing LANDASAN TEORITIS

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar